Antihistamin
adalah kelompok obat yang mencegah kerja histamina dalam tubuh.
Histamina merupakan zat yang diproduksi oleh tubuh yang keluar sebagai
reaksi terhadap rangsangan tertentu, misalkan pada reaksi alergi
terhadap rangsangan benda asing. Antihistamin dibagi dalam dua kelompok,
antihistamin 1 (AH1) dan antihistamin 2 (AH2). AH1 mencegah kerja
histamina di kulit, saluran napas, dan pembuluh darah, sehingga dapat
dipakai untuk mencegah reaksi alergi dan mengurangi sesak napas pada
asma. AH2 digunakan untuk mencegah produksi asam lambung berlebih,
sehingga banyak digunakan untuk mengobati sakit maag. (Anonim , 2003)
Antihistamin
efektif untuk treatmen alergi dan rhinitis, mencegah rasa gatal dan
rhinorrhea tetapi tidak sumbatan pada hidung. Antihistamin seringkali
dikombinasikan dengan obat- obatan sympatomimetik. ( Merton Boothe,
2001)
Injeksi
IM dari antihistamin kelihatannya sempurna pada banyak spesies hewan.
Pemberian antihistamin dengan IV berbahaya . kebanyakan dari obat- obat
ini mempunyai kecenderungan menstimulasi sistem syaraf pusat sehingga
efek syarafi dan konvulsi minor dihasilkan pada pemberian dosis IV.
Pemberian antihistamin mungkin dapat diberikan dengan menggunakan dilute
solution atau memberikan dosis sangat lambat. Beberapa antihistamin
dapat diberikan oral pada hewan- hewan kecil. Antihistamin diberikan
oral dapat menginduksi gangguan lambung dan muntah pada karnivora.
Pemberian oral tidak dianjurkan pada herbivora karena dapat mengubah
sejumlah besar ingesta pada traktus digestivus. (Jones,1965)
Absorpsi, kehancuran dan ekskresi
Penggunaan
obat- obat antihistamin dapat meringankan pada carnivore pemberian
secara oral terjadi dalam 20- 45 menit. Dengan ini, absorpsi lebih cepat
daripada saluran pencernaan. Durasi dari aksi dosis terapeutik kira-
kira 3- 6 jam, inaktivasi atau ekskresi keduanya terjadi dalam satu
waktu. Obat- obat antihistamin tidak mempunyai aksi kumulatif, sejauh
ini tidak dicatat. Hati lebih aktif daripada organ lain dalam merombak
antihistamin. (Jones,1965)
Efek
samping antihistamin dalam beberapa tingkatan : spasmolisis, anesthesia
lokal, aksi antifibrilatori pada myocardium. Beberapa antihistamin
seperti Diphenhidramin (Benadryl) dan Tripelennamine (Pyribenzamine)
mempunyai sifat anestesi lokal penting dalam memperpanjang periode
refraktori dari myocardium dan menekan kecenderungan dari fibrasi
arterial, agak mirip quinidine. Antihistamin menghasilkan efek samping
di atas melalui asetil koline, histamine dan epinephrine, yang
mengontrol aktivitas lokal dari banyak jaringan (Jones,1965) Umumnya
dapat dikatakan tidak ada antihistamin yang toxisisitasnya tinggi.
Dosis- dosis kecil dari beberapa obat-obat khususnya Diphenhidramine,
menghasilkan depresi, mati rasa dan salivasi. Dosis tinggi dari obat
antihistamin , seperti Tripelennamine menstimulasi CNS menyebabkan
kebingungan, pusing- pusing, kesulitan koordinasi, hiperexitabilitas,
tremor dan sering konvulsi. Antihistamin mungkin menstimulasi traktus
gastrointestinal menghasilkan nausea, muntah, diare dan kolik.
(Jones,1965)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar