BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
NTB merupakan salah satu propinsi
yang mencukupi kebutuhan daging nasional, walaupun kebutuhan daging sapi di
Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sendiri juga terus cenderung meningkat.
Permintaan lokal tersebut masih di bawah standar kebutuhan pola pangan harapan
(PPH). Jika kesejahteran masyarakat makin meningkat, diduga permintaan daging
sapi di daerah ini juga akan meningkat. fotensi ini bertujuan untuk (1)
Menganalisis potensi pasar lokal daging sapi di NTB; (2) Menganalisis peran NTB
di pasar sapi potong nasional; (3) Menganalisis sistem tataniaga ternak dan
daging sapi di Propinsi NTB; dan (4) Mengkaji hubungan pasar ternak sapi lokal
dengan pasar luar propinsi. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan
peternak, pedagang, dan pejabat terkait pada Bulan Agustus 2000. Data sekunder
diperoleh dari Dinas Peternakan Propinsi NTB dan Kota Mataram. Analisis data
dilakukan secara deskriptif dengan teknik tabulasi silang sederhana. Hasil
studi menunjukkan bahwa (1) Pasar lokal daging sapi di daerah ini masih
prospektif untuk dikembangkan. (2) Peran NTB di pasar sapi potong nasional
cenderung menurun, namun pangsanya relatif stabil dan cenderung sedikit
meningkat. (3) Proporsi yang diterima peternak mencapai 76% dari keseluruhan
yang dibayar konsumen, sisanya diterima pejagal sapi dan pengecer daging di
Kota Mataram.
B. Perumusan
Masalah
Pemenuhan kebutuhan daging hewan yang memenuhi
standar kesehatan sebenarnya dapat diadakan melalui proses pemotongan hewan di
RPH. Berdasarkan kondisi tersebut maka permasalahan pokok adalah: “Bagaimanakah
proses pemotongan di Rumah Pemotongan Hewan Negeri Mataram?”
C.
Maksud dan
Tujuan Kegiatan
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui proses pemotongan
di Rumah Potong Hewan Negeri Mataram.
D.
Sasaran dan
Manfaat Kegiatan
Tersusunnya suatu gambaran komprehensif tentang proses pemotongan
di Rumah Pemotongan Hewan Negeri Mataram.
BAB II
PROSES-PROSES HEWAN DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH)
NEGERI MATARAM
A.
Denah RPH
Negeri Mataram
Rumah Potong Hewan Negeri Mataram terletak di Majelok
kota Mataram Nusa Tenggara Barat.
B.
Perlakuan Pada
Ternak Sebelum Dipotong
Syarat ternak yang akan dipotong adalah kondisi ternak harus dalam
keadaan sehat dan segar, untuk itu setelah ternak tiba dirumah potong perlu
diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak kembali segar.
C.
Proses
Pemotongan Ternak
Pada proses pemotongan ternak harus benar-benar memperhatikan
hukum-hukum agama Islam, karena ada kewajiban menjaga ketentraman batin
masyarakat.
1.
Tanpa Pemingsanan
Cara ini dilakukan di Rumah-rumah Potong tradisional. Penyembelihan
dengan cara ini ternak direbahkan secara paksa dengan menggunakkan tali temali
yang diikatkan pada kaki-kaki ternak yang dihubungkan dengan ring-ring besi
yang tertanam pada lantai Rumah Potong, dengan menarik tali-tali ini ternak
akan rebah. Pada penyembelihan dengan sistem ini diperlukan waktu kurang lebih
3 menit untuk mengikat dan merobohkan ternak. Pada saat ternak roboh akan
menimbulkan rasa sakit karena ternak masih dalam keadaan sadar.
2.
Pemotongan
Pemotongan dilakukan pada ternak dalam keadaan posisi rebah,
kepalanya diarahkan ke arah kiblat dan dengan menyebut nama Allah, ternak
tersebut dipotong dengan menggunakan pisau yang tajam. Pemotongan dilakukan
pada leher bagian bawah, sehingga tenggorokan, vena yugularis dan arteri
carotis terpotong. Menurut Ressang (1962) hewan yang dipotong baru dianggap
mati bila pergerakan-pergerakan anggota tubuhnya dan lain-lain bagian berhenti.
Oleh karena itu setelah ternak tidak bergerak lagi leher dipotong dan kepala
dipisahkan dari badan pada sendi Occipitoatlantis. Pada pemotongan tradisional,
pemotongan dilakukan pada ternak yang masih sadar dan dengan cara seperti ini
tidak selalu efektif untuk menimbulkan kematian dengan cepat, karena kematian
baru terjadi setelah 3-4 menit. Dalam waktu tersebut merupakan penderitaan bagi
ternak, dan tidak jarang ditemukan kasus bahwa dalam waktu tersebut ternak
berontak dan bangkit setelah disembelih. Oleh karena itu pengikatan harus
benarbenar baik dan kuat. Cara penyem-belihan seperti ini dianggap kurang
berperikemanusiaan.Waktu yang diperlukan secara keseluruhan lebih lama
dibandingkan dengan cara pemotongan yang menggunakan pemingsanan. Pada saat
pemotongan diusahakan agar darah secepatnya dan sebanyakbanyaknya keluar serta
tidak terlalu banyak meronta, karena hal ini akan ada hubungannya dengan :
a.
Warna daging
b.
Kenaikan
temperatur urat daging
c.
pH urat daging
(setelah ternak mati)
d.
Kecepatan
daging membusuk.
3.
Pengulitan
Setelah tetesan darah tidak mengalir, selanjutnya dilakukan
pengulitan. Pengulitan dilakukan dengan menggunakan pisau yang bentuknya khusus
agar pada saat pengulitan tidak banyak kulit ataupun daging yang rusak.
4.
Pengeluaran
Jeroan
Setelah pengulitan selesai dilakukan, organ dalam yaitu isi rongga
dada dan rongga perut dikeluarkan. Pada saat pengeluaran isi rongga perut harus
dijaga agar isi saluran pencernaan dan kantong kemih tidak mencemari karkas.
Selanjutnya isi rongga dada dan rongga perut ini dibawa ke tempat yang terpisah
untuk dibersihkan.
5.
Pembelahan
Karkas
Setelah isi rongga dada dan rongga perut dikeluarkan, karkas dibagi
menjadi dua bagian yaitu belahan kiri dan kanan. Pembelahan dilakukan sepanjang
tulang belakang dengan menggunakan kapak yang tajam. Di Rumah Potong yang
modern sudah ada yang menggunakan "Automatic Cattle Splitter".
Setelah karkas dibelah dua, bila akan dijual di pasar-pasar tradisional untuk
konsumsi segar, maka karkas akan dipotong menjadi 2 bagian, yaitu bagian depan
dan bagian belakang. Pemotongan dilakukan antara tulang rusuk ke 12 dan ke 13.
Perlakuan pemotongan seperti ini karkas menjadi 4 potongan, masing-masing
dinamakan “Quarter” atau “Perempat”, sehingga akan didapat “Perempat belakang”
(Hind-quarter) dan “Perempat depan” (Forequarter).Untuk dijual di pasar
swalayan atau konsumsi hotel-hotel berbintang biasanya dilakukan pelayuan
terlebih dahulu, dan pada saat pelayuan karkas dalam keadaan tergantung.
D.
Distribusi Daging
Daging dari RPH Negeri Mataram didistribusikan ke seluruh pasar swalayan dan pasar tradisional masih banyak berada di wilayah kota Mataram dan sekitarnya.
E. System Irigasi Limbah
System irigasi limbah dari RPH Negeri Mataram kurang baik
dikarenakan limbah tersebut di salurkan ke sungai yang mengakibatkan air sungai
kotor dan kurang baik untuk difungsikan oleh masyarkat.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Rumah Potong
Hewan (RPH) adalah sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan pemotongan hewan
sesuai dengan prosedur yang berlaku. Di Jayapura terdapat sebuah RPH yang pelayanannya
belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Keadaan tersebut berakibat pada
munculnya tempat - tempat pemotongan liar. Dampak dari pemotongan liar tersebut
adalah timbulnya limbah yang akan mempengaruhi kesehatan lingkungan. Hal
tersebut perlu diteliti tingkat pelayanan RPH ditinjau dari aspek non teknis,
teknis dan penanganan limbah; untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
munculnya pemotongan liar, untuk mengetahui seberapa jauh persepsi masyarakat
terhadap fungsi dan manfaat RPH serta menetapkan strategi yang perlu dilakukan.
B.
Sasaran
Sebaiknya RPH diatur adalah persyaratan minimum yang harus
dimiliki oleh suatu RPH, terutama yang berkaitan dengan aspek higiene dan
sanitasi, mengingat RPH adalah suatutahapan dalam mata rantai penyediaan daging
yang memungkinkan munculnya risiko yang dapat membahayakan kesehatan konsumen
dan atau menyebabkan penurunan mutu daging.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar